Review Kuliah Pancasila (Djaka Galih Surya Anggana/PBD B UNY)

Sebenarnya saya bingung harus menuliskan apa dan saya juga bingung memulai tulisan ini darimana. Melakukan review tentang perkuliahan Pendidikan Pancasila semester ini sama halnya dengan menengok ke belakang dan mengingat tentang apa yang menjadi titik awal perjalanan perkuliahan semester ini. Susah memang akan tetapi setelah mencoba mengingat dengan seksama dan dalam tempo yang cukup lama akhirnya muncul juga memori masa lalu itu. Seperti penggalan lirik lagu yang sering saya nyanyikan bahwa “masa lalu biarlah masa lalu, jangan kau ungkit jangan ingatkan aku” menyiratkan bahwa mengingat memori masa lalu itu cukup berat apalagi ini tuntutan tugas kuliah. Rasanya sudah campur aduk karena terlalu banyak memori yang tersimpan dan akhirnya berakhir dengan lamunan tak bertepi. Daripada melamun terus jadi galau ala brondong ditari rabi mending mulai menulis saja, siapa tahu satu kata dapat memancing kata lainnya.

Alkisah, pada suatu pagi menjelang siang yang panas laksana dalam panci presto dalam suasana yang menjemukan menunggu datangnya dosen Pendidikan Pancasila. Seketika muncul pikiran kotor, pasti dosennya tua dan njelehi. Wajar kalo saya berpikiran seperti itu karena pengalaman waktu masih berstatus siswa yang namanya Pendidikan Pancasila itu isinya cuma ngantuk, ngantuk dan makan-makan jajanan. Mau bagaimana lagi, minat siswa sangat rendah karena metode pembelajaran menjemukan dan yang pasti nilai juga bisa dipastikan melampaui KKM. Itu kan dulu, kalo sekarang? Kita lihat nanti pasca semester ini selesai.

Setelah menebak seperti kuis akhirnya penantian itu berujung jua. Ada sedikit kehebohan sejenak ketika dosen mulai masuk ruangan yang sebelumnya diawali dengan kesalahan ruang serta lupa akan tas dan flashdisk yang tertinggal diruang sebelumnya. Dan kehebohan tidak hanya karena itu saja tetapi juga karena dosennya ternyata tidak tua. Kelas pun menjadi riuh bergemuruh seperti sekumpulan ibu-ibu anggota senam massal yang dapat doorprise terbang ke Eropa bareng Liza Natalia buat belajar Zumba gratis. Sebentar, yang direview itu apa ya? Kok saya jadi cerita gak jelas begini. Ya sudahlah, anggap saja bonus curhatan dari saya yang agak hiperbola dan jauh dari kejelasan ini.

Kuliah Pendidikan Pancasila pada semester ini menurut saya adalah pencerahan sekaligus mimpi buruk. Mengapa saya bisa menuliskan demikian tentu saja ada alasan yang menjadi tumpuan dasar saya. Berikut ini akan saya jelaskan mengapa saya mengambil dua istilah itu.
Pertama. mengapa saya menyebutkan sebagai pencerahan karena metode yang digunakan dalam pembelajaran berbeda jauh jika dibandingkan dengan metode pengajaran sewaktu saya duduk di bangku sekolah. Seperti yang telah saya sampaikan dalam sekelumit curhatan diatas bahwa metode pembelajaran satu arah dan menitik beratkan pada teoritis semata membuat saya jenuh tingkat ibu melahirkan tapi gak keluar-keluar. Bagaimana tidak, pembelajaran tanpa timbal balik dan hanya mengerjakan soal kemudian dikumpukkan apakah membuat saya kritis? Tentu tidak. Pencerahan saya dapatkan ketika mendapat mata kuliah Pendidikan Pancasila semester ini karena metode yang digunakan adalah metode berbasis hadap masalah. Artinya bahwa kita selalu dihadapkan pada sebuah permasalahan baik masalah kebijakan politik, sosial, ekonomi, hukum, budaya, religi dsb yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sehingga kita selalu dituntut berpikir tanggap, efektif, efisien dan bijak dalam menanggapi permasalahan tersebut. Artinya bahwa mahasiswa sebagai pengkaji kebijakan harus berada pada pihak netral. Mahasiswa dituntut menjadi orang yang kritis dalam mengawal pemerintahan akan tetapi juga harus bijak dalam menanggapi berbagai persoalan dengan melihat dari dua sisi yang berbeda sehingga akan memunculkan sebuah suara yang obyektif.

Kedua, mengapa saya menyebut ini mimpi buruk. Ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya pemunculan fakta yang mengejutkan tentang kondisi Indonesia kini serta tugas review yang membuat saya pusing. Memberikan fakta pada dasarnya memang bagus untuk bahan pengkajian kebijakan akan tetapi ini sungguh mengejutkan karena publik banyak yang belum mengetahui bahwa kondisi Indonesia saat ini seburuk fakta yang dilontarkan. Apalagi dibumbui dengan intervensi dan intimidasi dari pemateri yang semakin membuat panas telinga orang yang mendengar serta memerahkan raut muka yang melihat. Apabila seluruh publik telah mengetahui bukankah dikhawatirkan akan muncul pergerakan massa diberbagai lapisan masyarakat yang merasa dirugikan karena pelontaran fakta tersebut. Hal ini tentu akan memojokkan pemerintah sehingga merusak kenetralan kita.

Tibalah saatnya pada hal yang menjadi pokok pembicaraan saya kali ini yakni tentang tugas review. Tugas review ibarat pedang bermata dua karena bisa menjadi amunisi penguat kekritisan saya serta bisa juga merusak diri saya karena review juga harus berdasarkan data yang dapat dipercaya. Artinya bahwa saya harus mencari banyak sumber berkaitan hal yang direview. Ini jelas membuat saya pusing akibat effek emosi yang tertahan menyaksikan fakta yang ada. Bagi saya biarlah mengalir apa adanya karena jika terus menerus menyalahkan pemerintah tentu tidak baik. Meskipun sebenarnya yang salah adalah kebijakannya akan tetapi apakah kebijakan tersebut bisa muncul sendiri tanpa ada campur tangan pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Tentu tidak, saya disini mencoba menjadi seseorang yang netral sesuai dengan diri saya sendiri.

Akhirnya sampailah pada saat yang berbahagia yakni simpulan dari celotehan saya diatas. Yang perlu digarisbawahi bahwa Pendidikan Pancasila itu perlu disampaikan dengan metode pembelajaran yang lebih kreatif. Ini menuntut kompetensi pendidik agar bisa lebih banyak menarik minat mahasiswa agar tidak jenuh. Karena Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang berarti sebagai pondasi berdirinya bangsa ini. Jika masyarakat saja tidak perduli dengan pondasi ini apakah kita bisa menjadi bangsa yang besar kembali? Tak perlu dijawab karena jawabnya ada pada diri pembaca sekalian. Kritik dan saran Anda sekalian sangat ditunggu demi kemajuan bangsa ini. Banyaklah memberi saran jangan hanya mengkritik terus. Berpikir positif dan berpikir obyektif itu kuncinya.
Saya Djaka Galih Surya Anggana dari Pendidikan Bahasa Daerah Universitas Negeri Yogyakarta melaporkan untuk Voice of Pancasila. Mohon maaf apabila ada hal yang kurang berkenan. Jauhi Narkoba, Tetap Cintai Pancasila. Jaya Jaya Wijayanti Rahayu Ingkang Sami Pinanggih. Salam Indonesia!

Resume 1 Kuliah tentang Konstitusi (UAJY, Fisip, 8 Mei 2013)

KONSTITUSI
• Merupakan sebuah dokumen politik, cara mengelola kekuasaan negara, sangat terkait dengan setting/ dinamika yang terjadi di negara tersebut dari masa ke masa.
• Merupakan kerangka kerja dalam mengelola kekuasaan dengan tujuan tertentu, terutama mensejahterakan masyarakat atau warga Negara.
• Ada sebuah Quote dari LORD ACTON: Power Tends to Corrupt. Absolute Power Corrupts Absolutely
• Lalu bagaimana cara mengatasinya :
a. Kekuasaan jangan dibuat absolute (melekat secara dominan pada diri aktor atau penguasa,
b. Mekanisme control harus berjalan dengan baik (check and balances) antar lembaga atau institusi kenegaraan terkait.
c. Ada separation of Power: kekuasaan pembuat kebijakan harus dipisah-pisah dan selalu dilakukan control mengikat. Contoh di Indonesia : Eksekutif sebagai pembuat RUU, Legislatif yang akan membahas dan mengundangkannya.
Pembagian Kekuasaan Berdasar Letak :
1. Internal : merujuk bagaimana kekuasaan yang melekat di dalam negara dibagi-bagi (eksekutif, yudikatif, legislative. Munculnya lembaga baru, karena lembaga yang lama dianggap tidak kompeten misal KY, MK, KPK, dan lain-lain.
2. Eksternal : LSM/NGO, Media Massa, kalangan Sub-altern
Pembagian Kekuasaan Berdasar Hubungan :
1. Horisontal : kedudukan sejajar, tapi fungsinya berbeda (basis terletak pada fungsi)
2. Vertical : bagaimana hubungan pusat-daerah, contoh praktek otonomi daerah
Sebuah konstitusi bisa disebut konstitusi jika di dalamnya mengatur bagaiman kekuasaan dikelola secara demokratis dan dengan tujuan yang jelas sesuai kebutuhan.
KONSTITUSI:
1. Pembagian kekuasaan. Kekuasaan tidak hanya dibagi-bagi, tapi perlu adanya kejelasan kewenangan agar tidak terjadi tumpang tindih.
2. Pembagian Kekuasaan :
a. Implikasinya lahir lembaga-lembaga baru untuk penyempurnaan sistem
b. Mekanisme hubungan antara lembaga negara misal MA dan MK harus diatur, KPK dan Polri serta KEJAGUNG
3. Perlindungan hak-hak warga negara, termasuk pelayanan “public” yang baik terhadap warga Negara, misal: pasal 27 (1) dan (2), pasal 28, 29, 31, 33, 34 UUD 1945.
Fungsi konstitusi :
1. Mengelola kekuasaan
2. Melindungi minoritas (kelompok/ individu) secara politik maupun jumlah, agar tidak terjadi diskriminasi dan juga penindasan kepada yang minoritas, seperti yang sekarang kembali marak terjadi di Negara kita. Misal: kasus ahmadiyah, gereja yasmin ddi Bogor, gereja HKBP di Bekasi, kasus Syiah g, dan sebagainya..