Review “Pengantar Filsafat dan Logika”

Nama               : Yolanda Dwi Asmara

NIM                  : 13321134

Kelas                : C

Tugas Akhir Mata Kuliah Pengantar Filsafat dan Logika,

Review Pertemuan Semester 1

“Filsafat” merupakan salah satu mata kuliah pertama dan mungkin pelajaran terbaru yang saya temui selama duduk dibangku pendidikan. Selepas Sekolah Menengah Atas banyak hal-hal baru yang saya temukan di Universitas Islam Indonesia, yakni Perguruan Tinggi Swasta yang saya duduki sekarang dan Insya’ Allah beberapa tahun kedepannya. Menemukan hal baru serta mempelajarinya secara mendalam tentu bukanlah hal yang mudah, apalagi untuk ukuran anak SMA jurusan IPA yang menyesatkan diri  ke jurusan Sosial Budaya saat kuliah. Latar belakang masa lalu bukanlah permasalahan besar, jika kita memang memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang tinggi.  Alhasil saat melihat jadwal pada hari Rabu, jam 14:41-16:20 yang bertuliskan mata kuliah “Pengantar Filsafat dan Logika” semakin membuat rasa keingintahuan saya menjadi-jadi.

Pertemuan pertama, dimulai dengan rasa ingin tahu yang tinggi dari kos, saya melangkah menujuh kampus. Tepatnya Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Ruang 01.02, tak banyak yang saya ingat tentang hari itu. Karena pertemuan pertama saya telah meninggalkan kesan jelek yakni datang terlambat. Satu hal yang saya dapatkan, dosen yang berdiri didepan dan menjelaskan tentang filsafat itu bernama “Pak Alif Lukmanul Hakim”. Ada satu hal lagi yang sangat berkesan saat pertemuan pertama di mata kuliah Pengantar Filsafat dan Logika, salah satu teman baik saya yang bernama “Brilliant Ayesha Nadine” memberikan pertanyaan kepada pak Alif, “Mengapa Bapak pada saat kuliah memilih jurusan Filsafat dan sampai akhirnya menjadi dosen Filsafat, padahal Bapak sendiri bilang bahwa orang filsafat itu tidak menghasilkan uang/materi yang banyak dan orang-orang filsafat sering dianggap sebelah mata oleh orang lain diluar sana?”.

Pak Alifpun menjawab, “Kamu, pasti tidak suka filsafat yaa? Memang filsafat tidak menjajikan saya banyak uang/materi, namun yang harus diketahui bahwa filsafat ini bukan merupakan aliran sesat atau membawa seseorang ke jalan atheis (tidak percaya pada sang pencipta). Filsafat ini bersifat spekulatif, disini dia berada ditengah-tengah, yakni meluruskan serta membela ilmu yang relatif  (bisa salah dan benar). Lalu jika filsafat ini terdapat kesalahan didalamnya maka akan diluruskan oleh ilmu agama yang mutlak. Jadi kesalahan besar, jika ada orang diluar sana yang mengatakan bahwa belajar filsafat tidak berguna ataupun ilmu yang membawa kita pada aliran sesat”.

Sangat mengesankan, mungkin itulah kata-kata yang pantas disampaikan untuk mata kuliah yang satu ini. Awal yang sangat baik, cara Pak Alif membukakan mata kami mengenai filsafat benar-benar jelas.

Pertemuan ke dua, sama canggungnya seperti pertemuan pertama. Banyak hal yang belum saya ketahui tapi harus saya ketahui, mungkin itu prinsip yang harus dipegang untuk menghadapi mata kuliah yang baru terdengar oleh telinga ini. Pembahasan dipertemuan kedua lebih menuntut kami sebagai mahasiswa/i untuk memahami apa inti dari ilmu filsafat itu sendiri. Beberapa topik yang dibahas adalah mengenai Filsafat, Ilmu & Pengetahuan, serta Ilmu Filsafat. Dari pertemuan kedua ini, sedikit demi sedikit membukakan pikiran saya bahwa “Mempelajari filsafat ternyata mempunyai banyak manfaat, maksudnya disini saya sebagai mahasiswa/i di tuntut untuk membiasakan diri untuk bersikap kritis, bersikap logis, menyatukan segala perbedaan pandangan lalu menemukan hasil pemikirannya, dan juga memberikan pelajaran kepada saya sebagai mahasiswa untuk bisa berpikir cermat”.

            “Asal Mula Filsafat” merupakan pokok pembicaraan di pertemuan ke tiga, pada pertemuan ketiga ini lebih banyak menyinggung pada pembahasan pertemuan kedua. Pak Alif selaku dosen, selalu memberikan kesempatan kepada mahasiswa/inya untuk bersikap kritis yakni memberikan peluang kepada kami untuk memberikan pertanyaan. Cara pembelajaran yang digunakan Pak Alif yakni diawali dengan membahas sedikit-sedikit materi sebelumnya membuat kami terpancing untuk mengetahui mata kuliah ini lebih dalam lagi. Pada pertemuan ini banyak pertanyaan dari teman-teman saya yang dapat saya simpulkan jawaban dari Pak Alifnya, yakni “Filsafat itu tidak semata-mata membahas pokok pembahasan yang faktawi, maksudnya segala hal umum yang ada di muka bumi ini dapat di angkat dan dibicarakan. Filsafat juga dalam meluruskan segala sesuatu yang menjadi pembicaraannya secara utuh/menyeluruh, Jadi tidak akan menyulitkan kita untuk memahaminya”.

Pertemuan ke empat, kembali saya meninggalkan kesan jelek di mata dosen. Pada pertemuan ini tidak banyak yang saya dapat, karena ketelatan saya bisa dikatakan sudah melampaui batas yakni 36 menit. Namun untungnya Pak Alif masih mengizinkan masuk, dan saya bisa mengisi buku presensi. Dari buku catatan teman, saya menyalin beberapa materi yang tertinggal beberapa menit keterlambatan saya. Topik hari itu lebih memfokuskan pada “Cabang-Cabang dari Filsafat” itu sendiri dan yang saya dapat pada pertemuan kali ini adalah “Filsafat itu merupakan ilmu yang paling mendasar dari ilmu-ilmu yang lainnya, bukan berarti filsafat menggurui ilmu lain namun memang kenyataannya filsafatlah yang mendongkrak munculnya ilmu-ilmu lain”.

            “Epistemologi merupakan cabang utama/pertama dari ilmu filsafat yang membahas tentang ruang lingkup dan batas-batas pengetahuan”. Itulah sedikit kutipan yang bisa saya berikan dari hasil pertemuan ke lima. Pada pertemuan ini Pak Alif mengajarkan kami mengenai salah satu cabang ilmu yang sangat berperan di  ilmu filsafat, yakni “epistemologi”. Seperti pertemuan sebelumnya, kembali saya mendapatkan kesimpulan yang dapat saya tarik dari pertemuan kali ini, yakni “Begitu luar biasa dan menakjubkan sekali mata kuliah Pengantar Logika dan Filsafat, sebelumnya saya kira hanya sebagai mata kuliah yang tidak begitu penting, Namun ternyata sangat luas pokok pembahasannya, salah satunya mengenai cabang ilmu dari ilmu filsafat itu sendiri. Epistemologi berusaha mencari tahu bagaimana pengetahuan itu dapat diperoleh, berarti cabang ilmu ini solah-olah mencari kebenaran dan menjauhi jawaban yang asal-asalan. Luar biasa!”.

Pertemuan ke enam, mengenai “Asumsi Dasar Ilmu”. Menurut saya, ini adalah topik yang sangat sulit saya pahami saat di kelas. Jadi, saya agak kebingungan saat mengikuti pokok pembahasan mengenai Asumsi Dasar Ilmu. Untungnya saat UTS saya mendapatkan slide filsafat mengenai topik tersebut. Asumsi Dasar Ilmu itu sendiri digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian, yakni 1.Aksiologis 2.Epistemologis dan 3.Ontologis. Yang saya dapat dari pertemuan ini mungkin tidak banyak, namun juga tidak menutup kemungkinan bahwa saya memang kurang memahami topik di pertemuan ke enam ini.

Pertemuan terakhir sebelum UTS, yakni pertemuan ke tujuh. Pada pertemuan kali ini Pak Alif lebih banyak menjelaskan kisi-kisi tentang UTS yang akan kami hadapi nanti. Bukan berarti Pak Alif tidak menjelaskan topik selanjutnya, pada pertemuan kali ini kami menerima topik mengenai “Aksiologi, yakni cabang ilmu yang mempelajari serta mempertanyakan bagaimana manusi menggunakan ilmunya”. Yang dapat saya terima pada pertemuan kali ini, saya cukup dikagetkan bahwa :“Filsafat sangat minimalis dalam mengemas cabang-cabang ilmunya, sampai-sampai ada cabang ilmu yang mempelajari bagaimana manusia di muka bumi menggunakan ilmunya. Selain itu juga yang harus diketahui lagi, ilmu filsafat memang bukan ilmu yang mampu membawa kita ke aliran yang salah/sesat. Buktinya dalam cabang ilmu aksiologi saja, ada pembahasan yang membahas mengenai nilai dan etika. Ini membuktikan bahwa filsafat benar-benar ilmu yang murni dan kesalahan besar jika ada orang yang mengatakan bahwa ilmu filsafat itu tidak berguna”.

Setelah UTS, kami kembali melakukan kontrak belajar mata kuliah “Pengantar Filsafat dan Logika” dengan dosen kami Pak Alif Lukmanul Hakim. Pada pertemuan ke delapan ini, kami sedikit membahas mengenai soal-soal saat UTS kemarin. Lalu dilanjutkan ke topik baru yakni “Relasi Ilmu dan Budaya”. Topik kali ini, memang sangat dekat dengan kehidupan manusia pada umumnya. Sayapun bingung mengapa topik ini bisa masuk ke dalam pembahasan mata kuliah Filsafat. Kesimpulan yang dapat saya tarik pada pertemuan ke delapan ini adalah “Ternyata ilmu & budaya dari awal kemunculannya dan terus berkembang sampai sekaran ini mengalami ketergantungan dan saling mempengaruhi. Ilmu yang membantu manusia dalam mencapai tujuan di kehidupannya, memberi pengaruh pada pola pikir manusia dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan kebudayaan itu sendiri dapat menunjukkan karakter dan sifat dari sekelompok manusia tertentu”.

Selanjutnya pada pertemuan ke sembilan sampai pertemuan ke dua belas, kontrak belajar kami dihabiskan dengan metode pembelajaran diskusi yang dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok  membahas topik yang mereka angkat ke diskusi kelas, diantaranya adalah : 1.) Metode-metode Logika (Deduksi, Induksi, dan Abduksi) 2.) Prinsip-prinsip Logika 3.) Proposisi 4.) Definisi 5.) Relasi Bahasa dan Logika. Dari pertemuan ke dua belas hingga pertemuan ke dua belas, tentu mempunyai keistimewaan masing-masing, karena memang topik dan pembahasannya yang berbeda. Walaupun begitu, topik yang satu dengan yang lain ada bentuk keterkaitannya. Dari pertemuan ke sembilan hingga pertemuan ke dua belas ini, ada kesimpulan yang dapat saya tarik yakni “Filsafat merupakan ilmu yang transparan/terbuka, ilmu ini mengangkat objek dalam pembahasannya dengan kehati-hatian namun diperjelas sedemikian rupa. Belajar filsafat juga bukanlah hal yang sulit karena semuanya tanpa disadari memang berada di sekitar kita”.

Pertemuan ke tiga belas, metode pembelajaran diskusi di kelas sudah selesai. Pak Alif menggunakan metode pembelajaran lain, yakni menonton. Yang terngiang pertama dipikiran ini adalah film-film berat dan membosankan. Ternyata film yang ditontonkan adalah film dokumenter berjudul “Indonesiaku.. Daerahku..”. Anehnya lagi dari film tersebut, Pak Alif meminta kami mencari statement : cognitive meaning, emotive meaning, deduksi, induksi, dan abduksi. Kembali saya simpulkan lagi “Filsafat benar-benar dekat dengan aktivitas kehidupan manusia sehari-hari, dari yang tidak sama sekali mengerti saya semakin memahami apa filsafat itu sendiri melalui contoh yang ada disekitar saya”.

Pertemuan yang terakhir, cukup singkat dan jelas. Pertemuan yang ke empat belas ini dilakukan bukan bertepatan pada jam kuliah yang sebenarnya, yakni jam kuliah pengganti. Cukup singkat karena Pak Alif hanya menyampaikan kisi-kisi untuk UAS dan juga memberikan tugas akhir yakni mereview pertemuan kontrak belajar kami, dari pertemuan pertama sampai pertemuan ke empat belas.

Dari pertemuan awal sampai ke pertemuan akhir, pada pertemuan pertama dan ke tigalah topik/materi yang membuat saya paham tentang filsafat. Alasannya karena pada saat pertemuan pertama Pak Alif mampu membukakan mata saya mengenai apa itu mata kuliah “Pengantar Logika dan Filsafat” dengan berbagai argumentnya yang menarik untuk didengar. Sedangkan pada pertemuan ketiga saya semakin yakin bahwa filsafat merupakan ilmu yang berbeda dengan ilmu yang lain. Tidak rumit dan tidak membingungkan, karena semuanya ada disekitar kita. Tergantung di masing-masing pribadilah untuk bisa memahami dan mengerti suatu ilmu, namun saya rasa mata kuliah ini mampu membuat daya tarik yang postif pada mahasiswa/i yang baru duduk di bangku kuliah. Satu hal lagi yang harus saya tekankan, benar kata Pak Alif bahwa Filsafat bukanlah ilmu yang membawa seseorang pada aliran yang salah/sesat. Karena seperti namanya, berfilsafat berarti kita mampu bersikap kritis, mempunyai sudut pandang yang luas, menciptakan pemahaman yang utuh, dan mampu menciptakan seseorang menjadi lebih bijaksana lagi. Kedepannya, semoga orang-orang diluar sana yang berpikiran negatif kepada ilmu Filsafat ini semoga tersadarkan dari teori-teorinya yang salah. Filsafat sama sekali TIDAK membawa manusia kepada kesesatan, namun membawa manusia semakin berpikir LEBIH KRITIS.

 

REFLEKSI FILSAFAT

Pergulatan panjang selama enam bulan pada semester-2 di jurusan psikologi Universitas Islam Indonesia. Banyak tantangan dan pemikiran terkonsepsi, sehingga membentuk pola pikir baru yang secara sadar atau tidak telah mewarnai perjalanan semester ini. Berangkat dari pemikiran itu terbentuk sikap hidup dalam diri saya yang sebagian besar diperoleh dari matakuliah filsafat. Ada beberapa hal yang akan saya ulas dalam refleksi ini dengan bahasa nyleneh ala santri mbeling terkait matakuliah filsafat selama kurang lebih kurun waktu satu semester yang diampu oleh bapak Alif Lukmanul Hakim, M.Phil.

Filosofi Semar dan Pak Alif

Dalam dunia pewayangan, Semar adalah manusia setengah dewa penjelmaan Sang Hyang Ismaya. Semar sendiri berasal dari kata tan samar, artinya tidak tertutupi oleh tabir. Terang trawaca cetha tur wela-wela sangat jelas tanpa terselubungi sesuatu. Semar adalah sosok yang nyata dan tidak nyata. Ada dalam tiada, tiada tetapi ada. Keberadaannya memang dimaksudkan untuk menjaga ketentraman di muka bumi (memayu hayuning bawana) dan ketentraman antar sesama umat manusia (memayu hayuning sasama).

Sebagai titah atau makhluk Semar mengemban amanat untuk ngawula (mengabdi) berupa dharma atau amalan baik kepada bendara alias juragan bin majikan, juga kepada bangsa dan negara. Ini dibuktikan ketika Jonggring Saloka kayangan para dewa bergejolak, maka Semar turun tangan lewat Semar Mbangun Kayangan (Semar membangun Kayangan). Begitu muncul ketidakadilan dan ketidakbenaran sistem, maka Semar pun tergerak dalam Semar Gugat (Semar Menggugat), dan masih banyak lagi.

Yang menarik pada sebagian masyarakat Jawa masih menganggap Semar merupakan sosok filosofis yang diyakini menjadi pamong para kesatria agung. Siapapun tokoh yang berdekatan dengan Semar dan dari mana ia berasal akan merasa tentram dan ujung-ujungnya mengalami pencerahan. Bapak dari tokoh punakawan Gareng, Petruk, dan Bagong ini seolah tidak pernah mengenal kata sedih. Bicaranya spontan tetapi mengandung kebenaran.

Setiap bertutur selalu menghibur. Sehingga orang yang sedih menjadi gembira, mereka yang susah bisa tertawa. Itulah Semar yang tumakninah mengawal kebenaran dan hati nurani pandawa sebagai representasi tokoh dunia putih.

Pak Alif memang bukan Semar yang dianggap setengah dewa. Tetapi jika mau meruntut dan mengilas balik sepak terjang beliau selama mengampu matakuliah filsafat, potret filosofis Semar seolah mengejawantah pada pribadi yang merampungkan S2-nya di UGM jurusan filsafat. Jika ada Semar Mbangun Kayangan, maka di alam nyata Pak Alif membangun kesadaran mahasiswa dalam kerangka berpikir dan sikap moral bermasyarakat, untuk menjadi mahasiswa yang sebenarnya dalam arti sadar akan fenomena yang terjadi dilingkungan sekitar dan membuka mata untuk bersama-sama mengatasinya. Tentunya nilai moral yang beliau upayakan dalam setiap pertemuan perkuliahan sangatlah bermakna bagi sebagian mahasiswa yang sadar terutama saya pribadi. Seperti halnya beberapa minggu lalu, ketika UII mengadakan kuliah umum bertajuk pendidikan dan perdamaian dengan pemateri Dr. Maya Sutoro adik presiden Amerika Serikat Barack Obama, kuliah umum tersebut bertempat di Auditoruim Abdul Kahar Mudzakir yang dilaksanakan pada hari senin pagi bertepatan dengan matakuliah filsafat. Pagi itu bagian Kaprodi menginstruksikan kepada mahasiswa 2012 untuk mengikuti kuliah umum tersebut, akan tetapi yang menjadi problem ialah ketika kuliah umum tersebut bertepatan dengan kuliah filsafat yang diampu oleh Pak Alif, beberapa mahasiswa mulai memadati Auditorium untuk kuliah umum termasuk saya. Pak Alif secara tiba-tiba menulis di twitter kepada saya dan dua mahasiswa lainnya untuk tidak menduakan matakuliahnya. Maka saya beserta teman-teman satu kelas yang sudah memadati Auditorium memutuskan mulai keluar satu persatu untuk mengikuti kuliah filsafat. Kala itu yang terbesit dalam benakku hanyalah petuah jawa lagu anak-anak yang saya dapatkan waktu duduk dibangku Madrasah Ibtida’iyah, yang berbunyi :

Wajibe dadi murid
Ora pareng pijer pamit
Kejobo yen loro, kejobo yen loro
Loro tenan, ora mung etok-etokan, aaan
Lan manehe kudu pamit nganggo layang …

Cuplikan tembang dolanan anak-anak itu kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: Kewajiban seorang murid, jangan mudah membolos, kecuali sedang sakit, sakitpun harus sakit sungguhan yang memang tidak bisa berangkat ke sekolah, sakit sungguhan pun masih harus mengirim surat.

Secara tersirat Pak Alif mengajarkan kembali pendidikan sikap yang dahulu pernah saya dapatkan di bangku Ibtida’iyah, untuk mengutamakan kuliah dan menghormati dosen pengajar.

Pun kalau ada Semar Gugat Pak Alif sering melakukan lewat pengantar perkuliahan atau ditengah-tengah perkuliahan sekalipun. Berbagai persoalan dari mulai ranah universitas sampai dunia dianalisa oleh beliau, untuk mencari akar masalah kemudian memberikan alternatif-altenatif atau solusi-solusi supaya sistem atau prosedur yang berlaku sesuai dengan nilai. Gugatan-gugatan Semar oleh Pak Alif diantaranya; Yang pertama, mengembalikan UII ke khittahnya, bahwa kita harus berfilsafat secara utuh, ditengah pro-kontra tentang ilmu filsafat beliau menggugat lewat bukti tertulis yang dimuat dalam surat kabar yang diterbitkan oleh universitas, disitu memuat tulisan tentang pidato Bung Hatta bahwa universitas islam indonesia didirikan atas pilar agama, filsafat, dan budaya.

Kedua, gugatan terhadap sistem penilaian atau tes dalam sebuah model pembelajaran berbasis dasar-daar agama, dimana ditemui beberapa mahasiswa dengan latar belakang pesantren dan pemahaman agama yang cukup mempuni hanya mendapatkan nilai rendah, diindikasi karena yang menguji tidak sepakat dengan apa yang menjadi kebiasaan terkait doa yang dibaca oleh peserta tes, contoh kecilnya seperti penambahan lafadz Sayyidina dalam tasyahud akhir ketika sholat, beberapa aliran agama membenarkan dan ada yang tidak membenarkan. Pernyataan dari salah satu mahasiswa itu adalah ketika mengucapkan Sayyidina pada sesi praktek shalat, mahasiswa tersebut dibid’ah-bid’ahkan oleh yang menguji. Kita ketahui bahwa banyak sekali cara shalat dan perbedaan bacaan antara NU, Muhamadiyah, dan lain sebagainya, misalnya dalam bacaan doa iftitah antara NU-Muhamadiyah saja sudah berbeda. Oleh karenanya siapapun perlu melakukan konstruksi ulang dibidang tes pembelajaran keagamaan, supaya semua golongan terakomodasi dan tidak mencari benarnya sendiri. Terlebih hal-hal tersebut adalah bersifat sunnah dan bukan wajib. Dan perbedaan adalah rahmat. Menjunjung tinggi islam yang moderat menunjukkan islam sebagai rahmat seluruh alam.

Pak Alif telah menggabungkan tiga fitrah kemanusiaan, yaitu agama, filsafat, dan kebudayaan. Seorang intelektual muslim yang tinggi pemahamannya, seseorang yang paham akan filsafat kehidupan, dan pribadi yang menyukai keindahan lewat produk-produk kebudayaan, seperti gemar mengenakan batik pada saat mengajar. Juga rasa nasionalisme yang tinggi sehingga setiap kesempatan beliau mengajak seluruh mahasiswa untuk kontemplasi terhadap nilai pancasila.

Filsafat dan Psikologi

Setelah filsafat, antropologilah yang secara sistematis mempelajari perilaku manusia. Awalnya mereka hanya mempelajari perilaku-perilaku manusia dalam kelompok-kelompok etnik primitif. Antropologi yang menghasilkan penelitian yang berpengaruh terhadap psikologi, seperti tulisan Ruth Benedict,”Pattern of Culture”. Pakar-pakar psikologi awal yang sangat berpengaruh oleh temuan-temuan antropologis pada awalnya adalah Sigmund Freud (1856-1939) dan Carl Gustav Jung (1875-1961).

Tentu saja psikologi tidak dapat melepaskan diri dari Filsafat sebagai ilmu induknya, seperti dikutip dari pernyataan Pak Alif pada kesempatan dalam kelas: “ibarat lalu lintas, filsafat itu polisi yang mengaturnya, mengatur seluruh cabang ilmu pengetahuan (sains), apakah ilmu itu melanggar nilai, atau berjalan sesuai pada relnya”. Pertanyaan-pertanyaan mendasar (hakiki) “apa dan siapakah manusia itu?” bisa saja diupayakan jawabannya melalui pengamatan, bahkan eksperimen-eksperimen objektif tentang perilaku. Akan tetapi, jawaban tuntasnya tetap harus dicari dalam filsafat.

Manfaat mempelajari filsafat

“Manfaat mempelajari Filsafat itu kalian akan kritis terhadap persoalan sehari-hari, peka terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan, melatih kemampuan problem solving, dan membentuk sikap hidup beragama secara benar”. Itulah pernyataan Pak Alif pada awal-awal perkuliahan dahulu, pernyataan itu pula yang membuat saya semakin tertarik mempelajari filsafat. Sehingga menjadikan saya penasaran kemudian mendiskusikan filsafat ini ke beberapa teman dari berbagai latar belakangang yang berbeda, diantaranya dari kalangan pesantren dan akademisi. Kesemuanya meng-iya-kan dan membenarkan adanya ilmu filsafat ditengah pro-kontra tentang filsafat dalam pandangan islam. Oleh sebabnya membuat saya semakin yakin dan mantap untuk melangkah mempelajari filsafat lebih jauh.

Keterpaduan antara paham filsafat dan kepribadian saya yang selalu mencoba hal baru, tidak pernah merasa puas, ragu, heran, kagum dan selalu bertanya-tanya akan banyak hal. Sehingga memperkuat diri saya untuk lebih berfilsafat. Barangkali dampak filsafat bagi kehidupan saya selanjutnya ialah mampu membaca situasi ditengah peliknya masalah pendidikan, untuk selanjutnya menemukan gagasan dari persoalan pendidikan yang tidak rampung dan merata, kemudian saya membentuk komunitas peduli anak jalanan dan putus sekolah yang kita namakan komunitas Anoda yang dalam ilmu kimia bermakna kutub yang baik. Komunitas ini bergerak dibidang sosial dengan melalui pendekatan psikologis, dan secara langsung kita mempraktekkan ilmu psikologi yang didapatkan di kampus.

Banyak manfaat yang dapat saya petik sebagai pelita hidup dan sikap hidup dari perkuliahan filsafat. Semua tentu tidak terlepas dari sosok Semar yang telah mendidik saya, bapak Alif Lukmanul Hakim, M.Phil. Atur sembah nuwun pak.

Bacaan.

W. Sarwono. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
Tejo. 2012. Ngawur Karena Benar. Jakarta: Pustaka Imania.
Titus, Harold H., Marilyn S. Smith & Richard T. Nolan. 1984. Living Issues in Philosophy (Pesoalan-persoalan Filsafat—Rasjidi.penerj). Jakarta: Bulan Bintang

Nama : Samsul Ariski
NIM : 12320426
Matakuliah : Filsafat

Reflective Journal ‘Self’ (Ni Putu Dara Retno W)

Jumat, 7 Juni 2013, pagi itu tak seperti biasanya, pak Alif tidak menyuguhkan video kepada kami. Tapi hari itu kami mempelajari topik yang sangat menarik: self.

Seperti biasa, proses belajar mengajar dimulai dengan presentasi kelompok. Dari presentasi kelompok tersebut dan penjelasan dari pak Alif saya mengerti bahwa ‘aku’ adalah jumlah seluruh apa yang dapat seseorang katakan, misalnya rumahku, bukuku, penaku, dan lain sebagainya, atau sesuatu yang menunjukan identitas, misalnya namaku atau sifatku. Sedangkan menurut David Hume, aku adalah kumpulan dari berbagai macam persepsi yang dipersatukan oleh hubungan tertentu. Tapi sebenarnya definisi ‘aku’ saat ini masih belum dapat didefinisikan secara sempurna karena sukar dilukiskan.

Aku bersifat private (khusus) yakni tidak ada aku yang memiliki pengalaman yang sama, tidak ada orang yang dapat mengganti kesadaran orang lain dengan kesadaran kita, dan tidak ada aku yang dapat merasakan perasaan yang saama atas suatu kejadian yang dialami oleh aku yang lain, hanya saja dapat merasakan empati atau simpati.
Dalam agama Budha, tidak ada konsep aku, Budha juga mengatakan ada 5 hal di dalam diri manusia yang tidak boleh ada, yakni perasaan, konsepsi mental, persepsi, nafsu, dan kesadaran. Kemudian pak Alif menjelaskan bahwa hal ini tidak masuk akal, bagaimana kita dapat melakukan sesuatu jika tidak memiliki kesadaran? Lima hal tersebut bukannya harus dihilangkan, tetapi ditekan pada bagian-bagian negatifnya.

Chariot mengumpamakan aku adalah kereta. Aku sama seperti kereta yang memiliki poros dan ada yang mengendalikan serta menggerakan. Hanya saja yang menggerakkan aku bukanlah roda tapi raga, dan poros aku adalah jiwa. Jiwa lah yang mengendalikan segala tingkah laku manusia.

Ilmu psikologi menyederhanakan konsep aku ini agar dapat lebih dimengerti. Menurut ilmu psikologi, di dalam self terdapat jiwa, raga, dan mind. Mind atau pikiran adalah suatu proses yang terjadi di otak, kita menyadari adanya proses tersebut tapi tidak dapat melihatnya. Sedangkan otak sebenarnya hanyalah suatu bagian kecil dari mind, seperti kejadian mati suri. Seseorang yang dinyatakan telah meninggal secara teknis, tiba-tiba dapat hidup lagi dan dapat menceritakan apa yang ia lihat ketika ia telah dinyatakan meninggal. Karena itu, kita tidak dapat mengetahui dimana sebenarnya kesadaran berada.
Manusia tidak hanya berhadapan dengan dirinya, tapi juga menghadapi dirinya. Manusia adalah subyek sekaligus obyek, bersatu sekaligus berjarak. Inilah mengapa ada yang mengatakan bahwa musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri.

Aku memiliki fungsi organisasi, yakni sebagai pangatur, pemilah, pencari alternatif, perencana, dan lain sebagainya.
Pak Alif juga menjelaskan bahwa hal yang tidak dapat diragukan adalah kita yang berfikir. Hal-hal lain di dalam hidup ini dapat diragukan. Mimpi misalnya, ketika tidur kita memimpikan sesuatu, semua yang terjadi dalam mimpi seakan-akan adalah kenyataan, tapi kemudian kita terbangun dan menyadari bahwa hal tersebut hanyalah mimpi. Kalau begitu, jangan-jangan hidup ini hanyalah sebuah mimpi? Penjelasan Pak Alif ini mengingatkan saya dengan puisi berjudul ‘about death’ karya John Keats (1795-1821), penyair asal London :

Mungkinkah mati itu tidur?
Bila hidup hanyalah mimpi gambaran bahagia luput seperti hantu berlalu?
segala kesenangan fana seakan-akan khayali
Betapapun, hemat kita: matilah terperih antara pilu
Alangkah anehnya: insan harus mengembarai bumi
Dan walau hidup serba sengsara, namun masih saja
Setia dijalannya keras dan tak ayal berani sendiri
Menatap bencana nanti, yang hakikatnya bangun belaka

Dalam puisi ini tergambar jelas keragu-raguan penulis mengenai ke-nyata-an hidup ini, sama seperti yang dijelaskan oleh pak Alif: jika yang tidak bisa diragukan hanyalah kita yang berfikir, maka tidak menutup kemungkinan bahwa hidup ini hanyalah mimpi. Lalu jika kita hanya hidup di dalam mimpi, apakah berarti kebahagiaan, kesedihan, dan segala hal yang kita rasakan dan kita alami tidaklah nyata? Lantas apa sebenarnya hakikat hidup ini? Pertanyaan-pertanyaan ini hinggap dalam pikiran saya beberapa waktu belakangan.

Terakhir, pak Alif menjelaskan tentang Self Recognition. Self recognition adalah memahami kembali ‘saya’. Hal ini berguna untuk merencanakan masa depan, dan merealisasikan mimpi-mimpi kita. Keuntungan dari melakukan self recognition adalah untuk membentuk konsep diri serta untuk mendapatkan perspektif baru dalam hidup. Metode self recognition ini adalah dengan introspeksi diri, melihat perilaku irang lain, dan meminta umpan balik dari orang lain.

Demikian lah berbagai hal menarik yang saya dapatkan di perkuliahan filsafat pagi itu.

Ni Putu Dara Retno Widiyana

NIM    : 12320273 (Psikologi UII 2012)

Refleksi Perkuliahan Filsafat, Senin/20 Mei 2013

Filsafat manusia, jujur saja saya tidak begitu memahami topik perkuliahan di Senin sore itu. Bahkan untuk Filsafat itu sendiri, saya baru mengambil mata kuliahnya pada semester empat ini. Saya tidak takut mempelajari Filsafat, yang saya waspadai adalah saat dimana otak saya akan tercuci secara total oleh doktrin-doktrin (yang sebagian besar saya anggap kotor dan bau) dari dunia barat dan para tokoh sosialnya yang dimana nama mereka sudah dilambungkan setinggi mungkin oleh media-media besar seantero jagat ini. Sebagiannya juga disebabkan oleh persepsi saya mengenai Filsafat itu sendiri, bagi saya Filsafat lebih condong ke arah hedonisme, liberal, dan plural, jujur saja itu cukup menakutkan bagi saya.
Namun yeah ! Alhamdulillah, semua itu tidak terjadi di perkuliahan Filsafat di jurusan Psikologi, Universitas Islam Indonesia ini. Brainwashing ? Gak ada tuh ! Dosen Filsafat yang saya ikuti perkuliahannya ini ternyata adalah sosok pemuda yang memahami bagaimana cara mentransfer ilmu pengetahuan (Filsafat) sekaligus membuka mata & wawasan para mahasiswa dan mahasiswinya tanpa mendewakan dunia barat. Keseimbangan, keterbukaan, dan kejujuran sejarah adalah apa yang saya dapatkan dari proses mengikuti perkuliahan beliau.
Saya mulai mendengar cerita mengenai dosen Filsafat ini justru disaat seorang teman membicarakan mengenai dosen woles (selow) & cerdas, serta merupakan barang langka yang belakangan ini ramai menjadi buah bibir mahasiswa di jurusan Teknik Informatika UII. Saya berharap agar Tuhan mempertemukan saya dengan dosen itu. Jujur saja, saya kagum akan cerita tentang beliau yang saya dengar dari teman-teman saya. Anehnya, yang saya tahu hanyalah cerita tentang beliau, saya tak pernah menanyakan namanya, saya hanya fokus untuk mendiskusikan gaya penyampaian materi kuliahnya, korelasi materi kuliahnya dengan hal-hal yang sebenarnya terjadi di dunia ini, serta seperti apa beliau mengaitkan materi kuliah dengan paparan sejarah yang jujur semacam Freemason, Kabbalah, Feminisme, Hedonisme, Kapitalisasi, Neo-Kolonial, Wajah Indonesia, ataupun isu-isu Pemuda yang sering dihindari oleh kebanyakan dosen ataupun pengajar di banyak tempat. Karena bagi saya yang menarik dari sebuah perkuliahan bukanlah sekedar penguasaan atas ilmu dari materi perkuliahan itu sendiri (apalagi sekedar nilai fantastis semacam A atau A- yang bisa mengantarkan anda menjadi wisudawan terbaik), akan tetapi lebih dari itu, yaitu saat dimana mahasiswa/mahasiswi bisa mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekedar proses pencapaian gelar sarjana semata. Saat dimana jiwa, hati, dan otak mahasiswa/mahasiswi bisa terisi dengan hal-hal menakjubkan yang masih berkaitan dengan peranan mahasiswa/mahasiswi saat menjalani peran sebagai mahasiswa/mahasiswi ataupun ketika menjalani peran sebagai bagian dari masyarakat global. Alhamdulillah Tuhan menjawab doa saya. Sekarang saya bertemu dengan beliau di semester empat ini. Dan saya menikmati momen yang sangat nikmat ini.
Maaf jika tiga paragraf diatas mungkin terasa ngelantur ataupun melenceng dari topik refleksi yang seharusnya. Filsafat Manusia ? Filsafat manusia lebih banyak berbicara mengenai manusia itu sendiri. Mengapa manusia ini ada, apa saja yang menjadi sifat-sifat dasar manusia, apa saja persoalan yang dihadapi oleh manusia, apa tujuan dari keberadaan manusia itu sendiri. Dan kelompok yang menyampaikan materi Filsafat Manusia pada Senin/20 Mei 2013 sudah bagus dalam memaparkan materi ini.
Saya datang sedikit terlambat pada perkuliahan disore itu. Sebelum presentasi dimulai, Pak Alif (dosen mata kuliah Filsafat ini) terlebih dahulu mulai menjelaskan kaitan antara konsep Self atau keakuan dalam perspektif Psikologi Kepribadian dalam kaitannya dengan Filsafat Manusia. Menurutnya antara konsep Aku dalam Psikologi Kepribadian dengan Filsafat Manusia itu ada keterkaitan, keduanya memahami Aku sebagai bentuk pernyataan kepemilikan dan juga bentuk pengenalan diri serta pengakuan eksistensi diri yang mencakup jiwa, raga, otak, organ, pemikiran, ide, barang, dan sebagainya yang berkaitan dengan diri individu manusia itu sendiri. Kata beliau Ilmu Psikologi memandang Aku memiliki jiwa, dan menurut ilmu psikologi juga bahwa jiwa itu berkaitan erat dengan MIND, dan MIND itu (masih menurut Ilmu Psikologi) berada di otak. Sedangkan dalam sudut pandang Islam, jiwa itu di luar otak (kebradaannya), jiwa inilah yang disebut ruh/roh. Sebagai contoh, Pak Alif memaparkan bagaimana orang yang mati suri itu dinyatakan mati secara medis (karena keseluruhan organ tubuh serta otaknya sudah tak berfungsi), namun beberapa saat kemudian orang yang dinyatakan mati suri itu terbangun an membuat terkejut semua orang yang berada di sekelilingnya. Kemudian orang yang mati suri tersebut menceritakan bagaimana ia melihat orang-orang menangisi kepergiannya, bagimana relasinya dan keluarganya bersedih menatap tubuhnya, semua itu disaksikannya tanpa terdeteksi oleh semua orang yang berseih akan kematiannya itu. Dari contoh ini Pak Alif menjelaskan bahwa sebenarnya jiwa dalam konsep Aku itu berada diluar ragawi dan tak bisa dijangkau secara inerawi, akan tetapi keberadaannya nyata dalam perpaduan dengan badan dan otak manusia.
Presentasipun dimulai. Kelompok pemateri mulai menyampaikan pandangan tokoh-tokoh filsafat mengenai materi Filsafat Manusia. Penjelasan tentang hakikat keberadaan manusia. Persoalan-persoalan yang dihadapi manusia. Begitulah yang terjadi hingga keseluruhan materi disampaikan, dan mulalilah dibuka sesi pertanyaan. Saya tidak begitu mengingat semua pertanyaan yang muncul di sore hari itu. Yang saya ingat adalah ada mahasiswi yang menanyakan tentang mengapa tokoh filsafat yunani itu mengatakan manusia adalah hewan yang berakal ? dan juga ada yang menanyakan tentang mengapa manusia itu dikatakan sebagai makhluk yang paling sempurna ? serta ada yang menanyakan apa sih contoh nyata dari persoalan-persoalan yang dihadapi manusia dalam kehiupan ini ? Dan pertanyaan mengenai persoalan-persoalan manusia inilah yang menjadi pertanyaan dengan respon terbesar dari Pak Alif.
Pak Alif mulai menginterupsi diskusi, beliau menjelaskan apa saja sebenarnya yang menjadi persoalan manusia saat ini. Kata beliau persoalan manusia itu seperti masalah teknologi yang kebanyakan salah digunakan oleh manusia belakangan ini, sebagai contoh internet yang kebanyakan digunakan untuk narsis dan hiburan semata (saya jadi ingat lagu dari Efek Rumah Kaca yang judulnya Kenakalan Remaja Di Era Informatika), pun oleh kaum hawa untuk mengakses video-video yang berbau Korea yang syarat tangis, bintang-bintang berwajah tampan nan feminim dan semacamnya itu, begitupun dengan kaum adam yang cenderung memanfaatkan internet untuk mengakses hiburan-hiburan yang lebih banyak bermuatan pornografi. Menurut Pak Alif inilah salah satu contoh persoalan manusia yang harus dicari jawaban serta solusinya dengan jalan mempelajari Filsafat Manusia.
Disela-sela diskusi mengenai persoalan yang dihadapi manusia, Pak Alif mengajak mahasiswa dan mahasiswi di kelas itu untuk sejenak memikirkan dan berbicara mengenai UN/UAN yang memang selalu menjadi masalah yang tak kunjung henti di Indonesia ini. Pak Alif menjelaskan bagaimana sebenarnya Mahkamah Agung menolak diadakannya UN/UAN sampai semua sekolah di Inonesia mempunyai standar yang sama dalam hal kualitas guru, fasilitas sekolah, ataupun akses informasi bagi siswa dan siswinya. Iya saya setuju dengan penjelasan Pak Alif mengenai UN/UAN ini. Dan masih menurut penjelasan Pak Alif, UN/UAN ini hanyalah ladang korupsi massal bagi orang-orang berdasi yang berkepentingan di ranah itu. Bagaimana tidak ? UN/UAN ini menjanjikan gelontoran dana pelaksanaan dan pengadaan segala keperluan penunjangnya yang melimpah ruah dalam bentuk rupiah. Tentu hal ini menjadi celah korupsi yang besar. Dan inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa UN/UAN tetap berjalan kendati banyak kekacauan dan masalah yang mewarnai kehadirannya. Korupsi ? Lagi-lagi masalah korupsi. Hal ini sering sekali mewarnai pemberitaan di Indonesia, saya jadi ingat lagu dari Efek Rumah Kaca yang berjudul Mosi Tidak Percaya.
Dalam menanggapi pertanyaan seputar persoalan-persoalan yang dihaadapi manusia, Pak Alif juga memaparkan bagaimana proses silaturrahmi (sosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat) mulai tergantikan bentuk nyatanya/real oleh alat komunikasi semacam handphone dan sebagainya. Sebagai contoh Pak Alif menjelaskan bagaimana di zaman ini orang akan lebih memilih untuk mengirim sms/pesan singkat kepada tetangganya yang sebenarnya hanya berjarak dua rumah dari rumahnya (pengirim sms), daripada menghampiri langsung/bertamu secara nyata untuk menyampaikan apa yang menurutnya perlu disampaikan itu. Ini juga adalah contoh persoalan manusia yang sudah seringkali terjadi di zaman ini.
Disela-sela diskusi itu, Pak Alif melempar pertanyaan kepada beberapa mahasiswa dan mahasiswi tentang sejauh mana mereka mengetahui perkembangan daerah asal mereka masing-masing, serta seberapa jauh pengetahuan mereka mengenai website-website pemerintah daerah mereka yang ada di dunia maya. Pun begitu Pak Alif mempromosikan akun twitter dan blognya. Ia mengatakan “ya di follow aja, dibacalah, siapa tau ada link-link yang bagus ato informasi yang bagus buat kalian baca”. Riuh tawa pun mulai ramai dikelas sore itu. Saya heran mengapa seisi kelas ini banyak tertawa saat Pak Alif mempromosikan akun twitter dan blognya, apa yang lucu dari hal itu ? Apa yang lucu dari dosen yang menawarkan sesuatu yang bermanfaat ?
Diskusi berlanjut hingga jarum jam mendekati pukul 5 sore. Hingga kelompok pemateri menutup presentasi mereka di sore itu. Kemudian Pak Alif membuka slide materi Filsafat Manusia. Yang saya ingat dari slide-slide itu adalah bahwa manusia itu merupakan makhluk yang mempunyai kebutuhan estetika, perdagangan, ilmu, sosial, makhluk yang membutuhkan pengakuan, dan sebagainya.
Kuliah disore itupun berlanjut hingga Pak Alif memutarkan video mengenai kerusakan alam yang disebabkan oleh ulah manusia-manusia rakus di dunia ini. Lampu pun dimatikan, dan mata kami semua tertuju pada layar putih besar yang ada bagian depan ruang kelas itu. Ada juga tayangan video dari mahasiswa-mahasiswa kreatif yang mengikuti kelas Pancasila yang diajarkan oleh Pak Alif di UNY Yogyakarta. Video-video itu banyak bercerita atau menampilkan konsep-konsep mengenai fenomena-fenomena aktual yang umum/lumrah terjadi di masyarakat Indonesia. Mulai dari masalah penghematan penggunaan listrik (kesadaran dalam menggunakan listrik secara efisien) sampai masalah masyarakat yang dalam kesehariannya bertemu dengan Polisi Lalu Lintas dalam keadaan yang serba salah dan cukup sial. Ok, begitulah video-video kreatif itu menjadi penutup perkuliahan Filsafat pada Senin sore nan mendung dan gelap itu.
Dan inilah akhir dari refleksi ini, semoga bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Amiin Ya Rabbal Alamiin ! Maaf jikalau tulisan saya ini kurang bisa membawa anda masuk dalam nikmatnya sensasi belajar Filsafat di sore itu, mungkin lain kali nanti saya bisa memberikan kesan 4D bagi anda mengenai nikmatnya pengalaman belajar filsafat dengan dosen yang langka ini.

Disusun oleh : M. Fariz Aqromy/11320274
Filsafat/Kelas F (Psikologi UII)