Urgensi Dakwah Digital Melalui Media Sosial di Kala Pandemi

oleh: Ust. Alif Lukmanul Hakim, S.Fil., M.Phil

Kemajuan Pesat Teknologi dan Informasi inheren atau melekat didalamnya tanggung jawab yang besar dan berat dari penggunanya untuk lebih bijaksana dalam menggunakan dan memanfaatkannya. Selain adanya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan pesat tersebut, semisal internet yang didalamnya ada media sosial dan lain-lain yang sangat dapat diakses dengan mudah oleh siapa pun, kapan pun, dan dimana pun, sisi positifnya pun tetap terbuka untuk dioptimalkan oleh siapa pun, seperti cepat dan mudahnya akses informasi dan komunikasi, pilihan yang makin banyak dan juga selera massa yang beragam yang dapat difasilitasi. Itulah sebabnya, platform new media dan sosial media memainkan peranan yang sangat urgen dan penting dalam mewarnai kehidupan di berbagai penjuru dunia dalam pemanfaatannya. Bagi pegiat atau aktivis dakwah, ini merupakan ladang amal yang sangat empuk dan positif untuk menyebarluaskan ajaran Islam ke seluruh masyarakat melalui media ini. Kita tahu, hampir lima bulan ini, pandemi Covid-19 melanda Indonesia dan hampir seluruh negara di dunia. Akibat “pagebluk” ini segala aktivitas masyarakat di luar rumah dan ruang publik pun sangat dibatasi. Misalnya saja ibadah di masjid dan gereja, belajar di sekolah dan bekerja di kantor harus dapat didesain untuk dilakukan dari rumah. Pemerintah kita melaunching istilah Working from Home (WFH). Bagi para pegiat dakwah, aktifitas dakwahnya pun eksodus untuk dipindah ke media sosial. Bagaimana urgensinya dan seperti apa bentuk optimalisasi pemanfaatan sosial media dalam berdakwah di masa pandemi?

Kondisi umat Islam di seluruh dunia sangat dituntut kesabaran lebih, contonhya kemarin saat menjalankan puasa ramadhan tahun ini sangat berbeda dari biasanya. Karena suasana ibadah Ramadhan di masjid yang biasanya menjadi locus atau pusat utama aktivitas selama bulan ramadhan, untuk tahun ini seolah tidak ada gaungnya, karena aktivitas massal di Masjid dalam daerah rawan Covid 19 tersebut sangat memungkinkan bisa menjadi pemicu penyebaran virus dan terinfeksinya seseorang manakala berada dalam kerumunan dengan tanpa ada jarak. Aktivitas di Masjid jadi tak dapat dilakukan secara nomral, atau bahkan dipindahkan ke kediaman masing-masing, karena karakter penyebaran virus corona bisa terjadi melalui media apa saja, salah satunya saling bersalaman atau terkena droplet individu yang terpapar virus pada yang belum terinfeksi maka keputusan yang tepat diambil pemerintah dalam memutus penyebaran covid 19 dengan memberikan himbauan untuk shalat wajib dan tarawih serta tadarus Qur’an di rumah saja. Pada titik inilah urgensi dan peran media sosial sangat penting dan dibutuhkan oleh banyak orang, bahkan banyak orang beramai-ramai mulai menggunakan media sosial seperti, Youtube, Zoom, Facebook, stream yard dan google meet dalam menyampaikan pesan dakwah bagi dai, ataupun materi seminar bagi para dosen diberbagai Perguruan Tinggi, bahkan Guru dengan murid di SD, SLTP dan SLTA atau sederajat ikut menggunakan berbagai aplikasi tersebut dalam mendukung kegiatan belajar dan mengajar. Bentuk dakwah di media sosial sendiri bisa berupa siaran langsung (live streaming), video siaran tunda (recorded), artikel, atau dalam bentuk tanya jawab langsung. Pendakwah bisa memilih salah satunya atau kombinasi dari pilihan-pilihan tersebut.

Komunikasi melalui media televisi atau pun media sosial lainnya merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan, didalamnya terkandung pesan-pesan dan makna tertentu dengan melalui media atau saluran sebagai sarana yang akhirnya menimbulkan efek atau perubahan bagi penerima pesan. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan yang mengandung arti dan dilakukan oleh penyampai pesan yang ditujukan kepada penerima pesan. Cara yang baik untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan Komunikasi menurut Lasswell adalah dengan menjawab pertanyaan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”, maksudnya adalah siapa mengatakan apa dengan saluran atau kanal apa, kepada siapa serta meghasilkan efek bagaimana atau seperti apa pada audiens? Berbeda dengan definisi-definisi yang ada diatas dua orang pakar lainnnya, yakni Shannon dan Weaver mengungkapkan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling memebrikan pengaruh timbal balik anatara satu dengan lainnya, sengaja atau tidak disengaja. Tidak berbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi wajah, hasil karya berupa lukisan, karya-karya seni lainnya, dan teknologi. Dari beberapa definisi komunikasi yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas telah jelas bahwa komunikasi adalah proses menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, bisa melalui dengan komunikasi verbal maupun nonverbal. Secara otomatis bisa diambil kesimpuan bahwa berdakwah melalui perantara media sosial merupakan salah satu bentuk komunikasi yang efektif, kenapa demikian? Karena esensi dakwah sendiri adalah menyeru atau mengajak audiens untuk senantiasa melakukan perbuatan dan amal baik.

Esensi Dakwah Kultural

Secara kebahasaan atau etimologis dakwah berarti panggilan, seruan atau ajakan. Dalam bentuk kata kerja atau fi’lnya adalah da’a, yad’u yang berarti memanggil, menyeru, mengajak. Adapun secara istilah atau terminologis dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada ajaran yang benar sesuai perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. Sedangkan Syeikh Ali Mahfuz, dalam Abdul Rosyad Saleh mendefinisikan bahwa dakwah adalah “mendorong manusia agar memperoleh kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka berbuat kebaikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. “Secara ringkas, dakwah dapat didefinisikan sebagai upaya menyampaikan, mengajak, atau mempengaruhi orang lain untuk mewujudkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat melalui penerapan ajaran-ajaran Islam.

Itulah sebabnya kata “dakwah” memiliki sinergi san padanan kata dengan kata “ta’lim, tabyin, tashwir, tabligh”. Intinya bahwa dakwah adalah social agent, di mana komponen-komponen yang terlibat di dalamnya saling berinteraksi untuk mewujudkan tujuan dakwah tersebut. Adapun komponen-komponen yang terlibat di dalam dakwah antara lain: Da’i, yaitu orang yang menyampaikan dakwah. Istilah lainnya adalah muballigh. Siapa saja bisa menjadi da’i, asalkan menyampaikan pemahaman yang ramah bukan marah, sejuk dan moderat, wasathiyah, ajaran Islam yang universal dan juga tidak mengkotak-kotakkan, dan mungkin komponen diatas bisa saja ditambahkan dengan media sosial sebagai instrumen penting dalam berdakwah di zaman modern dan milenial seperti sekarang ini. Setiap orang memiliki kesempatan menyampaikan dakwah Islam di media sosial tersebut. Namun tentu saja, rambu-rambu harus dipegang teguh. Seperti dua sisi yang berbeda dalam satu keping mata uang yang sama, media sosial bisa memberikan manfaat dan pada saat yang sama di sisi lain pun bisa membahayakan. Jangan sampai malah kontraproduktif dalam menyampaikan dakwah, para pegiat dakwah atau Da’i malah tersandung masalah hukum misalnya, karena menyebarkan informasi bermuatan SARA, hate speech, hoax dan perpecahan, yang dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan. Dalam hal ini pihak pemerintah pun telah mengatur tata cara dan aturan dalam bermedia sosial dengan keluarnya UU ITE yaitu UU Nomor 11 Tahun 2008. Karena media sosial di zaman ini bukanlah sesuatu yang asing dikalangan para muballigh Da’i, selain saluran televisi dan radio. Dengan syarat seorang Dai harus benar-benar memahami fungsi media sosial untuk mensyiarkan agama Islam dengan baik. Bahkan kewajiban untuk menyampaikan ajaran Islam (dakwah) secara jelas disinggung oleh Allah dalam al-Quran dan dita’kid oleh Nabi Muhammad Saw. Seorang Da’i dalam berdakwah di masa pandemi ini harus menguasai ilmu dan bahan yang disampaikannya, bukan hanya ikut trend dan asal menyampaikan. Pemahaman maksud dan isi Al Quran dan hadist Nabi mutlak harus dimiliki setiap da’i. Berdakwah adalah salah satu bentuk ibadah horisontal dengan sesama, karenanya ilmu yang disampaikan pun harus sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya, terutama menebar kebaikan dan kemaslahatan bersama. Dalam hal ini, da’i adalah orang yang memposting tulisan-tulisan atau mengupload program-program yang bermanfaat untuk kebaikan orang lain melalui media sosial. Komponen dakwah lainnya adalah materi atau isi. Inti ajaran Islam adalah tauhid, ibadah dan akhlak. Jika materi dakwah adalah ajaran Islam, maka apa yang disampaikan dalam berdakwah tidak terlepas dari tiga pokok ajaran Islam tersebut sekalipun tidak melalui tatap muka atau hanya dengan perantara media sosial. Akan tetapi perlu dipilah, disaring dan diteliti apakah yang paling urgen untuk disampaikan sesuai dengan kontek masa, tempat, lingkungan dan isu-isu yang temporer pada saat tulisan atau video itu diupload atau diposting.

Perintah menjalankan dakwah sebenarnya sudah dijelaskan Allah Swt., dalam kitab suci al-Qur’an. Misalnya “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (Al Imran: 104). Maksud ma`ruf di sini ialah segala perbuatan yang mendekatkan diri pada Allah sedang munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah. Dalam surat Al-An’am disebutkan “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya, yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kamu agar kamu bertaqwa” (QS. Al An’am: 153). Di samping perintah Allah SWT. Nabi Muhammad Saw. juga bersabda kepada ummatnya: “Sampaikanlah walau hanya satu ayat”. Sabda Nabi ini memiliki makna bahwa seluruh umat Islam senantiasa harus menyampaikan ilmu yang di milikinya kepada orang lain, kapanpun, di manapun mereka berada bahkan dalam kondisi apapun dan dengan wasilah apa pun. Agar dakwah dapat berjalan secara efektif dan efisien maka terlebih dahulu mengidentifikasi dan mengantisipasi masalah-masalah yang muncul dan akan muncul serta dilengkapi dengan pengenalan objek secara tepat salah satu dengan bijak dan tepat dalam memilih media sosial dalam berdakwah. Untuk menyampaikan pesan dakwah, seorang juru dakwah (da’i) dapat menggunakan berbagai macam media dakwah, baik itu media modern (media elektronika) maupun media tradisional.

Walapun pada hakikatnya dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang menekankan pendekatan Islam kultural. Islam kultural adalah salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrin yang formal antara Islam dan politk atau Islam dan negara. Dakwah kultural hadir untuk mengukuhkan kearifan-kearifan lokal yang ada pada suatu pola budaya tertentu dengan cara memisahkannya dari unsur-unsur yang bertentangan dengan nilai-nilai dakwah kultural tidak menganggap power politik sebagai satu-satunya alat perjuangan dakwah. Dakwah kultural menjelaskan, bahwa dakwah itu sejatinya adalah membawa masyarakat agar mengenal kebaikan universal, kebaikan yang diakui oleh semua manusia tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Dakwah Kultural memiliki peran yang sangat penting dalam kelanjutan misi Islam di Bumi ini sebagai agama dan ajaran Rahmatan Lil ‘Aalamiin. Suatu peran yang tak diwarisi Islam Politik atau struktural yang hanya mengejar kekuasaan yang instan. Manusia sebagai makhluk hidup yang membutuhkan interaksi dengan sesama, tentunya pemanfaatan media sosial sebagai media dakwah sangatlah bagus karena fungsi media sosial secara otomatis akan mentransfer energi positif bagi siapa saja yang mampu meresapi sekaligus mengamalkan pesan dakwah melalui media tersebut.

Peran dan fungsi serta urgensi dakwah media sosial memang harus diperkuat sebagai salah satu kanal utama dalam berdakwah yang positif di saat pandemi. Media sosial adalah “ruang publik” bersama dan sarana yang cenderung gratisan dan dapat digunakan khalayak luas dalam mengekspresikan dan menyampaikan berbagai hal. Media sosial merupakan wahana dan kanal paling jujur dimana berbagai ekspresi, pesan kemanusiaan dan pemikiran bisa didedahkan tanpa terhalang sekat-sekat apapun. Oleh karena itu perlu penguatan dan literasi media sosial yang berkelanjutan dan komprehensif, termasuk membangun prinsip dan regulasi yang ketat dan objektif bagi para da’i agar mengedepankan kebijaksanaan dan juga profesionalisme dalam menyampaikan materi dakwahnya. Masyarakat perlu semakin cerdas dan bijaksana dalam bermedia sosial, termasuk memiliki kapasitas dan kompetensi yang baik dalam memilah dan memilih mana da’i yang dapat didengarkan serta diikuti materi dakwahnya. Semoga.

Pos ini dipublikasikan di Tidak Dikategorikan. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar